Aku perlahan dirisaukan
Oleh satu kata paling picik
Yang begitu lantang saat diadu
Menjadi wahid perkara menggetarkanTentang kata punah
Beserta gerbong yang digerakkannya
Ia bersabda soal kepergian
Mencekoki si gentar ‘tuk melepaskanRela jadi alasannya
Ketika ditanya apa niatnya menjenguk
Namun selayang pandang lirikannya
Serasa renyah suara dedaunan keringSamar-samar pengar merayap
Terhuyung langkah mereka yang patah
Tatkala diingatkan perihal semi
Juga bagaimana ia tidak akan kembaliBukankah kita sama-sama benci
Apabila ‘jikalau’ terus menetap
Pada hati degil si kemarau
yang dibangunkan saat mentari terbenamBesok harapkan saja kita teruntai
Hasil geladi jejas berulang kali
Atau tibakah giliran kita naik wahana
Tempat si terandal menunggu dicipta?